BAB I
PENDAHULUAN
I.I
Latar Belakang
Besarnya
dampak global yang ditimbulkan oleh kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
demikian juga bencana industri yang besar dalam bentuk penderitaan manusia dan
biaya ekonomi yang terkait dengan hal ini. Telah sejak lama menjadi sumber
keprihatian di tempat kerja, pada tingkat nasional dan internasional.
Signifikasi pada semua jenjang telah dilakukan untuk mengatasi persoalan, ILO (Internasional
Labor Organization) mempekirakan lebih dari dua juta pekerja meninggal
dunia akibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja, dan secara global angka
kematian terus meningkat.
Meskipun sudah tersedia
perangkat hukum dan teknis, metodologi dan alat ukur guna mencegah kecelakaan
dan penyakit akibat kerja, maka dibutuhkan peningkatan kesadaran umum akan
pentingnya Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan komitmen manajemen keamanan
yang kuat untuk mengimplementasikan sistem K3 yang efektif dalam suatu
pekerjaan. Agar angka keselamatan terhadap keselamatan dan kesehetan kerja
serta keamanan karyawan dalam bekerja lebih baik.
1.2
Permasalahan
Angka
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang terjadi di lingkungan pekerjaan
sering terjadi. Untuk mengatasi masalah –masalah K3, baik pada tingkat
internasional maupun nasional, seringkali tersebar dan terpisah –pisah dan
akibatnya tidak memiliki keterpaduan yang diperlukan untuk menghasilkan dampak
efektif. Karena itu, ada kebutuhan untuk memberikan prioritas lebih tinggi
kepada K3 pada tingkat internsional, nasioanal dan perusahaan dan untuk
melibatkan seluruh komponen masyarakat sebagai mitra untuk memprakarsai dan
mengawal mekanisme bagi perbaikan sistem K3 nasional secara berkelanjutan.
1.3
Tujuan
1.
Mendefinisikan Karakteristik Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
2.
Menguraikan arti penting program K3 dalam kegiatan perusahaan.
3.
Menjelaskan beberapa program K3.
4.
Mengenali peraturan tentang K3.
5.
Memahami aspek-aspek dasar stres kerja.
6.
Mengenali cara-cara mengelola stres kerja.
7.
Memahami tentang komitmen dalam manajemen kerja.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Karakteristik serta Peran Kesehatan
Keselamatan dan Keamanan Kerja
Istilah
keselamatan, kesehatan, dan keamanan kerja saling terikat erat. Istilah yang
lebih luas dan tersamar adalah istilah “Kesehatan” yang merujuk kepada kondisi
fisik, mental dan stabilitas, emosi secara umum. Menurut undang-undang dasar
kesehatan yang dimaksud dengan ‘Kesehatan” adalah keadaan sejahtera dari badan,
jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup Produktif secara sosial
dan ekonomis.
A
. Pengertian Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja (occupational
health) atau sering disebut dengan istilah Kesehatan Industri (Industrial
hygiene) yaitu berkaitan dengan usaha-usaha, penyakit-penyakit dalam
pekerjaan, dengan usaha-usaha. Penyakit dalam pekerjaan suatu upaya untuk
menjaga kesehatan pekerjaan dan menjaga pencemaran di sekitar tempat kerja nya.
Kesehatan mengacu pada kebebasan dari penyakit fisik maupun emosional (an
employee’s freedom from physical or emotional illness). Masalah-masalah
dalam bidang-bidang ini bisa secara serius memengaruhi produktivitas dan
kualitas kehidupan kerja karyawan.
Menurut UU Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992
tentang kesehatan kerja bagian ke-6 Pasal 23 dikemukakan bahwa :
1. Kesehatan diselenggarakan untuk mewujudkan produktifitas
kerja yang optimal.
2. Kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja,
pencegahan penyakit akibat kerja, dan syarat kesehatan kerja.
3. Setipa tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan
kerja.
4. Ketentuan mengenai kesehatan kerja sebagaimana di maksud
dalam ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Ayat
2 “ Upaya kesehatan kerja pada hakikatnya merupakan
penyerasian kepasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja. Pelayanan
kesehatan yang diberikan kepada pekerjaa sesuai dengan jaminan sosial tenaga
dan mencakup upaya peningkatan kesehatan, pencegah penyakit, penyembuhan
penyakit, dan pemulihan kesehatan”.
Ayat
3 “ Tempat kerja adalah tempat terbuka tertutup,
bergerak atau tidak bergerak, yang dipergunakan akan untuk memproduksi barang
atau jasa oleh satu atau beberapa orang pekerja.
B. Pengertian Keselamatan Kerja
Keselamatan (safety)
mencakup perlindungan karyawan atau para pekerja dari cedera, luka-luka yang
disebabkan oleh kecelakaan yang berkaitan dengan pekerjaan (the protection of employees from injuries
caused by work-related accidents). Keselamatn tersebut adalah
factor-faktor yang berhubungan dengan cedera stress berulang serta kekerasan di
tempat kerja dan dalam rumah tangga.
Dalam ketentuan UU No. 14 tahun 1969 pasal 9 dan 10
dikemukakan bahwa : Tiap
tenaga berhak mendapatkan perlindungan atau keselamatan, kesehatan,
kesusialaan, pemeliharaan moral kerja perlakuan yang sesuai dengan martabat
manusia dan moral agama. Dasar keselamatan dan kesehatan kerja :
1.
Setiap pekerjaan berhak memperoleh
jaminan keselamatan kerja agar terhindar dari kecelakaan.
2.
Setiap
orang yang berada ditempat kerja harus dijamin keselamatan.
3.
Tempat
pekerjaan dijamin selalu dalam keadaan baik.
C.
Pengertian Keamanan Kerja
Keamanan
kerja adalah melindungi fasilitas pengusaha dan peralatan yang ada dari
akses-akses yang tidak sah serta untuk melindungi para karyawan ketika sedang
bekerja atau melaksanakan penugasan pekerjaan. Tentunya, mencegah adanya
orang-orang yang tidak berhasil dalam mengakses sistem Internal perusahaan.
Keamanan
bisa mencakup memberikan program bantuan emergenci bagi para karyawan yang
menghadapi masalah kesehatan. Dengan semakin banyaknya kejahatan di tempat
kerja, kemananan dari tempat kerja, menjadi perhatian besar untuk para
pengusaha dan para karyawan.
2.2
Occupational Safety and Health Administration
KASUS:
Berdasarkan
Occupational Safety and Health Administration (OSHA), seorang karyawan bisa
secara sah menolak untuk bekerja jika kondisi-kondisi berikut ini terjadi:
1.
Karyawan tersebut benar-benar takut akan kematian, penyakit atau cedera fisik yang
serius.
2. Cedera itu akan segera terjadi.
3. Terlalu sedikit waktu untuk mengajukan gugatan OSHA dan
memperbaiki masalah.
4.
Karyawan
tersebut telah memperingatkan pemberi kerja mengenai kondisi itu dan meminta
perbaikan atas masalah tersebut, namum pemberi kerja tidak mengambil tindakan.
OSHA bertujuan untuk
memastikan keselamatan dan kesehatan karyawan di Amerika Serikat dengan bekerja
bersama para pemberi kerja dan karyawan untuk menciptakan lingkungan kerja yang
lebih baik.
Pernyataan misi OSHA
saat ini adalah meningkatkan dan menjamin keselamatan dan kesehatan tempat
kerja serta mengurangi kecelakaan,cedera, dan penyakit yang terkait dengan
pekerjaan. OSHA memusatkan sumber-sumber
dayanya pada pencapaian tiga tujuan :
1.
Mengurangi
bahaya kerja melalui intervensi lansung.
2.
Meningkatkan
budaya keselamatan dan kesehatan melalui bantuan kepatuhan, program-program
kerja sama, dan kepemimpinan yang kuat.
3.
Memaksimalkan
efektifitas dan efesiensi OSHA dengan memperkuat kapabilitas dan infrastruktur.
2.3
Ruang Lingkup dan Tujuan Kesehatan Keselamatan dan Keamanan Kerja
Sistem
manajemen kesehatan keselamatan dan keamanan kerja adalah “bagian dari sistem
manajemen perusahaan secara keseluruhan yang meliputi struktur, organisasi,
perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya yang
dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian, dan
pemeliharaan kebijakan kesehatan, keselamatan, keamanan kerja dalam rangka
pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya
tempat kerja yang aman, effisien, dan produktif.
A.
Tujuan Manajement Kesehatan Keselamatan dan
Keamanan Kerja
1. Sebagai alat untuk
mencapai derajat kesehatan kerja yang setinggi-tingginya, baik buruh, petani,
nelayan, pegawai negeri, atau pekerja-pekerja bebas.
2. Sebagai upaya
pencegahan dan pemberontakakan penyakit dan kecelakaan akibat kerja,
pemeliharaan, dan penigkatan kesehatan, dan gizi tenaga kerja, perawatan dan
mempertinggi efisiensi dan daya produktivitas tenaga manusia, pemberantasan
kelelahan kerja dan meningkatkan kegairahan serta kenikmatan kerja.
3. Menciptakan sistem
keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur
manajemen, tenaga kerja dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka
mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya
tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.
Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Nomor Per.05/ MEN/ 1996 menyebutkan bahwa dalam penerapan
sistem manajemen K3, perusahaan wajib melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai
berikut :
Langkah-langkah
Penerapan Sistem Manajemen K3
1.
Membangun Komitmen dan Membuat Kebijakan
Komitmen dan kebijakan
tersebut harus ditinjau ulang secara berkala. Pemimpin perusahaan pada saat
jenjang harus menunjukkan komitmen terhadap K3 sehingga implementasi dan
pengembangan SMK3 dapat terjamin. Demikian pula, setiap tenaga kerja dan orang
lain yang berada di tempat kerja harus berperan serta dalam menjaga dan
mengendalikan pelaksanaan K3.
2.
Membuat Perencanaan
Perusahaan harus
membuat perencanaan efektif guna mewujudkan keberhasilan penerapan dan kegiatan
sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan terukur. Perencanaan memuat
tujuan, sasaran dan indikator kinerja. Tujuan, sasaran, dan indikator kinerja ini dirumuskan dengan
mempertimbangkan identifikasi sumber bahaya, penilaian serta hasil pelaksanaan tinjaun
aawal terhadap K3. Perencanaan hendaknya dibuat dengan tujuan untuk membuat
sistem manajemen yang mendukung :
1. Kepatuhan atas, sekurang-kurangnya, peraturan perundangan
nasional.
2. Unsur-unsur sistem manajemen K3 organisasi
3. Perbaikan berkelanjutan atas kinerja K3
3.
Menerapkan Kebijakan K3
Agar dapat
mengimplementasikan kebijakan K3 secara efektif, perusahaan harus menetapkan
persyaratan kompetensi K3, dan membuat dan memelihara tatanan untuk menjamin
bahwa semua orang yang terlibat memiliki kompetensi untuk menjalankan
aspek-aspek keselamatan dan kesehatan dalam pelaksanaan tugas dan kewajiban
mereka.
Kompetensi
K3 mencakup:
1.
Pendidikan
2. Pengalaman kerja
3. Pelatihan kerja
4.
Atau
kombinasi dari itu semua.
Perusahaan dapat
mengintegrasikan sistem manajemen K3 yang dimilikinya ke dalam sistem manajemen
perusahaan lainnya.tetapi jika dalam pengintegrasian terjadi pertentangan
dengan tujuan dan prioritas perusahaan, maka tujuan dan prioritas manajemen K3
harus diutamakan, kemudian penyatuan sistem manajemen K3 dilakukan secara
selaras dan seimbang.
Penerapan dan pengembangan sistem manajemen K3 yang efektif di tentukan oleh kompetensi
kerja dan pelatihan dari setipa pekerja di perusahaan. Pelatihan K3 merupakan
faktor kunci dalam program pencegahan.
Dalam mendukung
penerapan sistem manajemen, komunikasi memiliki peran sangat penting, terutama
komunikasi dua arah yang efektif dan laporan yang rutin. Dalam konteks
komunikasi, perusahaan harus menetapkan dan memelihara pengaturan dan prosedur
untuk :
a.
Menerima,
mendokumentasikan, dan menanggapi secara tepat segala bentuk komunikasi yang
terkait dengan K3.
b. Menjamin berlansungnya komunikasi internal mengenai
informasi K3 diantara berbagai fungsi dan jenjan organisasi yang relevan.
c. Menjamin bahwa kepedulian, gagasan dan masukan dari para
pekerja dan wakil mereka tentang persoalan K3.
4.
Melakukan Pengukuran dan Evaluasi
Perusahaan harus
memiliki sistem untuk mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja SMK3dan hasilnya
harus dianalisis guna menentukan keberhasilan atau untuk melakukan identifikasi
tindakan perbaikan. Perusahaan juga harus menetapkan dan memlihara prossedur
inspeksi.
Inspeksi keselamatan
(safety inspection) dirancang untuk memeriksa bidang spesifik dari organisasi
untuk menemukan dan menetapkan tiap kerusakan dalam sistem, peralatan, pabrik atau
mesin, atau kesalahan operasional yang bisa menjadi sumber kecelakaan.
AUDIT
SISTEM MANAJEMEN KINERJA
Audit sistem manajemen
kinerja harus dilakukan secara berkala untuk mengetahui efektifitas penerapan
sistem manajemen K3.
Pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam
melaksanakan audit sistem manajemen K3:
-
Konsultan
dan keselamatan atau spesialis SDM
-
Para
manajer
-
Pekerja/Karyawan
5.
Melakukan
Tinjauan dan Peningkatan
Pimpinan
unit kerja yang ditinjau harus melaksanakan tinjauan ulang sistem menajemen K3 secara
berkala untuk menjamin kesesusaian dan efektifitas berkesinambungan dalam
kecapaian kebijakan K3.
Tinjauan
ulang dalam sistem manajemen K3 meliputi:
a.
evaluasi
terhadap penerapan kebijakan K3
b. tujuan, sasaran dan kinerja K3
c. hasil temuan audit sistem manajemen K3
d. evaluasi efektifitas penerapan sistem manajemen K3 dan
kebutuhan untuk mengubah sistem manajemen K3 sesuai dengan:
1. Perubahan peraturan perundangan
2. Tuntutan dari pihak terkait dan pasar
3. Perubahan produk dan kegiatan perusahaan
4. Perubahan struktur organisasi perusahaan
5. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
6. Pengalaman yang didapat dari insiden K3
7. Pelaporan
8.
Umpan
balik khususnya dari pekerja
Tinjauan manajemen
harus mempertimbangkan:
a.
Hasil
investigasi atas cidera, kesehatan buruh, penyakit dan insiden, hasil
pemantauan dan pengukuran kinerja, hasil kegiatan audit.
b.
Masukan
tambahan dari dalam dan luar organisasi.
B.
Ruang lingkup dan tujuan K3
Keselamatan
dan keamanan kerja berdasarkan ketentuan Pasal 2 UU No. 1 tahun 1970 bahwa yang
diatur dalam segala tempat kerja baik di darat, di dalam tanah, dipermukaan
air, di dalam air, maupun di udara yang berada didalam wilayah kekuasaan hukum
Republik Indonesia. Tujuan dan sasaran UU No. 1 tahun 1970 tentang K3 kerja :
1.
Agar
tenaga kerja dan setiap orang lainnya yang berada dalam tempat kerja selalu
dalam keadaan selamat dan sehat.
2. Agar sumber-sumber produksi dapat dipakai dan digunakan
secara efesien.
3.
Agar
proses produksi dapat berjalan lancar tanpa hambatan.
Apabila kecelakaan
termasuk kebakaran, peledakan dan penyakit akibat kerja dapat dicegah dan
ditanggulangi. Oleh karena itu, setipa usaha K3 kerja tidak lain adalah
pencegah dan penanggulangan di tempat kerja untuk kesejahteraan hidup dan
meningkatkan produksi, serta produktif nasional.
2.5
Dampak Ekonomi dari Kesehatan Keselamatan dan Keamanan Kerja:
A.
Fokus Program Keselamatan
Program-program keselamatan
bisa mencapai tujuannya dengan dua cara yaitu :
1. Tindakan
Karyawan yang Tidak Aman
Pelatihan dan orientasi
karyawan baru yang menekankan keselamatan sangatlah penting. Pendekatan pertama
dalam program keselamatan adalah menciptakan lingkungan psikologis dan sikap
karyawan yang meningkatkan keselamatan.
Jika para karyawan secara sadar atau tidak sadar berfikir tentang
keselamatan, kecelakaan pun menurun. Dapat disimpulkan dari kebijakan tersebut,
tidak ada seorang karyawan pun yang bertugas menciptakan tempat kerja yang
aman. Meskipun berbahaya jika tanggung jawab setiap orang menjadi bukan
tanggung jawab seorang pun, lingkungan yang benar-benar aman memerlukan upaya
setiap orangdari manajemen puncak sampai karyawan level rendah.
2. Kondisi
Kerja yang Tidak Aman
Pendekatan kedua
dalam rancangan program keselamatan adalah mengembangkan dan memelihara
lingkungan kerja fisik yang aman. Mengubah lingkungan kerja adalah fokus untuk
mencegah kecelakaan. Manajemen harus menciptakan lingkungan fisik yang tidak
memungkinkan terjadinya kecelakaan.
Agar tindakan dan
kondisi kerja yang tidak aman, maka kita akan melakukan prosedur bekerja dengan
aman dan tertib. Prosedur bekerja dengan aman dan tertib yang dilakukan pihak
pengusaha antara lain :
1.
Menetapkan
standar K3
2.
Menetapkan
tata tertib yang harus di patuhi
3.
Menetapkan
peraturan-peraturan
B. Mengembangkan Program Keselamatan
Para eksekutif puncak dalam suatu perusahaan harus
menyadari besarnya penderitaan manusia dan kerugian ekonomi yang disebabkan
oleh kecelakaan. Beberapa alasan perlunya dukungan manajemen puncak terhadap
program keselamatan.
v
Kerugian Pribadi
Luka fisik dan
penderitaan mental yang berhubungan dengan cedera selalu dirasa tidak
menyenangkan dan bahkan bisa bersifat traumatis bagi karyawan yang cedera.
v
Kerugian finansial bagi orang yang cedera
Sebagian besar karyawan
dilindungi oleh rancangan asuransi perusahaan atau asuransi perusahaan atau
asuransi kecelakaan pribadi. Sebuah cedera bisa menyebabkan kerugian finansial
yang tidak ditanggung oleh asuransi.
v
Kehilangan produktivitas
Ketika seorang karyawan cedera, perusahaan akan
kehilangan produkvitas. Selain kerugian yang tampak, sering kali ada pula
biaya-biaya tersembunyi. Sekalipun tersedia karyawan lain untuk menduduki
posisi karyawan yang cedera, efesiensi bisa memburuk.
v
Premi asuransi yang lebih tinggi
Premi asuransi untuk ganti rugi para
karyawan didasarkan pada riwayat klaim asuransi karyawan yang bersangkutan.
Potensi penghematan yang terkait dengan keselamatan karyawan memberikan
dorongan untuk menyusun program-program formal.
v
Kemungkinan hukuman penjara
Sejak pengesahan OSHA, pelanggaran
yang disengaja dan terus-menerus atas ketentuan-ketentuan keselamatan bisa
menyebabkan hukuman yang serius pemberi kerja.
v
Tanggung jawab sosial
Banyak eksekutif merasa bertanggung
jawab atas keselamatan dan kesehatan para karyawannya. Perusahaan-perusahaan
tersebut memahami bahwa lingkungan kerja yang aman bukan semata kepentingan
perusahaan, namun juga sesuatu yang benar untuk dilakukan.
Beberapa alasan perlunya dukungan manajemen puncak
terhadap program keselamatan tersebut menunjukkan bahwa kehilangan produktivitas
dari setiap karyawan yang cedera bukanlah satu-satunya faktor yang perlu
dipertimbangkan. Setiap tahapan dalam Manajeman Sumber Daya Manusia (MSDM)
terlibat. Perusahaan akan mengalami peningkatan biaya kompesansi saat mereka
harus memberi tambahan biaya untuk menarik para pelamar berkualitas dan
mempertahankan karyawan yang penting. Memelihara angkatan kerja yang stabil
bisa menjadi sangat sulit jika para karyawan memandang tempat kerja mereka
berbahaya.
Tujuan utama para profesional keselamatan dan kesehatan
adalah mencegah cedera dan penyakit yang terkait dengan pekerjaan. Perusahaan
mencapai tujuan ini dengan beberapa cara : dengan mendidik para karyawan
mengenai bahaya-bahaya yang berhubungan dengan pekerjaannya, memasang alat-alat
pengontrol produksi, menetapkan pribadi yang layak.
v
Analisis Bahaya Pekerjaan (Job Hazard Analysis/JHA)
Proses multi-langkah yang dirancang
untuk mempelajari dan menganalisis sebuah tugas atau pekerjaan, kemudian
memilah tugas tersebut menjadi langkah-langkah yang memberikan cara-cara untuk
menghilangkan bahaya-bahaya yang terkait.
v
Superfund Amandments Reauthorization Act (SARA)
SARA mewajibkan
perusahaan-perusahaan untuk berkomunikasi secara lebih terbuka mengenai bahaya
yang berhubungan dengan bahan-bahan yang digunakan dan produksi serta limbah
yang dihasilkannya.
v
Keterlibatan Karyawan
Satu cara untuk memperkuat program
keselamatan adalah menyertakan masukan karyawan, sehingga memberi kesan
pencapaian oleh karyawan. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan, setiap karyawan
harus membuat komitmen pribadi untuk melakukan praktik kerja yang aman.
v
Ahli Keselamatan (Safety Engineer)
Seorang anggota
staf melakukan koordinasi atas seluruh program keselamatan. Nama jabatan
seperti ahli keselamatan (safety engineer) dan direktuk
keselamatan (safety director) umun
digunakan. Salah satu tugas utaman ahli keselamatan adalah memberikan pelatihan
keselamatan bagi para karyawan. Hal tersebut meliputi mengajar para manajer
lini tentang manfaat keselamatan, serta mengenali dan menghilangkan
situasi-situasi yang tidak aman.
C. Penyelidikan Kecelakaan
Kecelakaan bisa terjadi dalam perusahaan, termasuk
perusahaan yang paling menyadari keselamatan sekalipun. Terlepas dari
kecelakaan tersebut menyebabkan cedera atau tidak, organisasi harus mengevalusi
secara saksama setiap kejadian agar dapat ditentukan penyebabnya dan dipastikan
hal tersebut tidak terulang. Ahli keselamatan dan supervisor lini bersama-sama
menyelidiki kecelakaan. Salah satu tanggung jawab setiap supervisor adalah
mencegah kecelakaan.
Kecelakaan
kerja merupakan suatu hal yang sering terjadi dalam dunia kerja, terjadinya
kecelakaan kerja ini dapat kita pelajari dan diupayakan pencegahannya. Adapun beberapa teori mengenai penyebab kecelakaan kerja, yaitu:
1.
Teori Heinrich ( Teori Domino)
Teori ini
mengatakan bahwa suatu kecelakaan terjadi dari suatu rangkaian kejadian . Ada
lima faktor yang terkait dalam rangkaian kejadian tersebut yaitu : Lingkungan, kesalahan
manusia, perbuatan atau kondisi yang tidak aman, kecelakaan, dan cedera atau
kerugian (Ridley, 1986).
2.
Teori Multiple Causation
Teori ini
berdasarkan pada kenyataan bahwa kemungkinan ada lebih dari satu penyebab
terjadinya kecelakaan. Penyebab ini mewakili perbuatan, kondisi atau situasi
yang tidak aman. Kemungkinan-kemungkinan penyebab terjadinya kecelakaan kerja
tersebut perlu diteliti.
3.
Teori Gordon
Menurut
Gordon (1949), kecelakaan merupakan akibat dari interaksi antara korban
kecelakaan, perantara terjadinya kecelakaan, dan lingkungan yang kompleks, yang
tidak dapat dijelaskan hanya dengan mempertimbangkan salah satu dari 3 faktor
yang terlibat. Oleh karena itu, untuk lebih memahami mengenai penyebab-penyebab
terjadinya kecelakaan maka karakteristik dari korban kecelakaan, perantara
terjadinya kecelakaan, dan lingkungan yang mendukung harus dapat diketahui
secara detail.
4.
Teori Domino terbaru
Setelah
tahun 1969 sampai sekarang, telah berkembang suatu teori yang mengatakan bahwa
penyebab dasar terjadinya kecelakaan kerja adalah ketimpangan manajemen.
Widnerdan Bird dan Loftus mengembangkan teori Domino Heinrich untuk
memperlihatkan pengaruh manajemen dalam mengakibatkan terjadinya kecelakaan.
5.
Teori Reason
Reason
(1995,1997) menggambarkan kecelakaan kerja terjadi akibat terdapat “lubang”
dalam sistem pertahanan. Sistem pertahanan ini dapat berupa
pelatihan-pelatihan, prosedur atau peraturan mengenai keselamatan kerja,
6.
Teori Frank E. Bird Petersen
Penelusuran
sumber yang mengakibatkan kecelakaan . Bird mengadakan modifikasi dengan teori
domino Heinrich dengan menggunakan teori manajemen, yang intinya sebagai
berikut (M.Sulaksmono,1997) :
1.
Manajemen
kurang kontrol
2.
Sumber
penyebab utama
3.
Gejala
penyebab langsung (praktek di bawah standar)
4.
Kontak
peristiwa ( kondisi di bawah standar )
5.
Kerugian gangguan ( tubuh maupun harta benda )
Usaha
pencegahan kecelakaan kerja hanya berhasil apabila dimulai dari memperbaiki
manajemen tentang keselamayan dan kesehatan kerja. Kemudian, praktek dan
kondisi di bawah standar merupakan penyebab terjadinya suatu kecelakaan dan
merupakan gejala penyebab utama akibat kesalahan manajemen.
B.
Faktor Terjadinya Kecelakaan Kerja
Terjadinya
kecelakaan kerja disebabkan oleh 2 faktor utama yakni faktor fisik dan faktor
manusia. Kecelakaan kerja ini mencakup 2 permasalahan pokok, yakni:
a. Kecelakaan akibat langsung
pekerjaan (PAK)
b. Kecelakaan terjadi pada saat
pekerjaan sedang dilakukan (PAHK)
Dalam
perkembangan selanjutnya ruang lingkup kecelakaan ini diperluas lagi sehingga
mencakup kecelakaan-kecelakaan tenaga kerja yang terjadi pada saat perjalanan
atau transport ke dan dari tempat kerja. Dengan kata lain kecelakaan lalu
lintas yang menimpa tenaga kerja dalam perjalanan ke dan dari tempat kerja atau
dalam rangka menjalankan pekerjaannya juga termasuk kecelakaan kerja. Penyebab
kecelakaan kerja pada umumnya digolongkan menjadi 2, yakni:
a. Faktor
Fisik
Kondisi-kondisi
lingkungan pekerjaan yang tidak aman atau unsafety condition misalnya lantai
licin, pencahayaan kurang, silau, dan sebagainya.
b. Faktor
Manusia
Perilaku
pekerja itu sendiri yang tidak memenuhi keselamatan, misalnya karena
kelengahan, ngantuk, kelelahan, dan sebagainya. Menurut hasil penelitian yang
ada, 85 % dari kecelakaan yang terjadi disebabkan oleh faktor manusia.
C.
Klasifikasi Kecelakaan Kerja
Menurut
Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), kecelakaan akibat kerja ini diklasifikasikan
berdasarkan 4 macam penggolongan, yakni:
a.
Klasifikasi menurut jenis kecelakaan :
• Terjatuh
• Tertimpa
benda
• Tertumbuk
atau terkena benda-benda
• Terjepit
oleh benda
•
Gerakan-gerakan melebihi kemampuan
• Pengaruh
suhu tinggi
• Terkena
arus listrik
• Kontak
bahan-bahan berbahaya atau radiasi
b.
Klasifikasi menurut penyebab :
• Mesin,
misalnya mesin pembangkit tenaga listrik.
• Alat
angkut: alat angkut darat, udara, dan air.
• Peralatan lain misalnya dapur pembakar dan pemanas, instalasi
pendingin, alat-alat listrik, dan sebagainya.
• Lingkungan
kerja ( diluar bangunan, di dalam bangunan dan di bawah tanah )
• Penyebab
lain yang belum masuk tersebut di atas.
c.
Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan :
• Patah
tulang\
• Dislokasi
( keseleo )
• Regang
otot (urat)
• Memar dan
luka dalam yang lain
• Amputasi
• Luka di permukaan
• Geger dan
remuk
• Luka bakar
•
Keracunan-keracunan mendadak
• Pengaruh
radiasi
d.
Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh :
• Kepala
• Leher
• Badan
• Anggota
atas
• Anggota
bawah
• Banyak
tempat
• Letak lain
yang tidak termasuk dalam klsifikasi tersebut.
D. Dampak
Kecelakaan Kerja
Berikut ini
merupakan penggolongan dampak dari kecelakaan kerja (Simanjuntak, 1994):
a. Meninggal
dunia
Dalam hal
ini termasuk kecelakaan yang paling fatal yang menyebabkan penderita meninggal
dunia walaupun telah mendapatkan pertolongan dan perawatan sebelumnya.
b. Cacat
permanen total
Merupakan
cacat yang mengakibatkan penderita secara permanen tidak mampu lagi sepenuhnya
melakukan pekerjaan produktif karena kehilangan atau tidak berfungsinya lagi bagian-bagian
tubuh seperti: kedua mata, satu mata adan satu tangan atau satu lengan atau
satu kaki. Dua bagian tubuh yang tidak terletak pada satu ruas tubuh.
c. Cacat
permanen sebagian
Cacat yang
mengakibatkan astu bagian tubuh hilang atau terpaksa dipotong atau sama sekali
tidak berfungsi.
d. Tidak
mampu bekerja sementara
Kondisi
sementara ini dimaksudkan baik ketika dalam masa pengobatan maupun karena harus
beristirahat menunggu kesembuhan, sehingga ada hari-hari kerja hilang dalam
arti yang bersangkutan tidak melakukan kerja produkti
D. Evaluasi Program Keselamatan
Indikator terbaik dari sebuah program keselamatan yang
sukses adalah frekuensi dan keparahan cedera dan penyakit. Dengan dimulainya
sebuah program keselamatan baru, jumlah kecelakaan bisa menurun secara
signifikan. Organisasi harus menggunakan kesimpulan-kesimpulan yang dihasilkan
evaluasi tadi sebagai sesuatu yang penting untuk meningkatkan program
keselamatan. Mengumpulkan data dan membiarkan keselamatan tidak akan
menyelesaikan masalah atau mencegah kecelakaan.
2.4 Cedera Tekanan Berulang
1. Cedera tekanan berulang (RSI)
Mengacu
pada kondisi yang ditimbulkan akibat terlalu banyaknya tekanan pada persendian
ketika tindakan yang sama dilakukan secara berulang kali.
2. Carpal Tunnel Syndrome (CTS)
Disebabkan oleh tekanan pada saraf
tengah yang timbul sebagai akibat dari penyempitan pembuluh yang menyelimuti
saraf tersebut. Orang yang terkena CTS bisa mengalami kesakitan, mati rasa,
atau gatal-gatal pada tangan atau pergelangan tangan, genggaman yang lemah,
kecenderungan untuk menjatuhkan barang sensitivitas pada suhu dingin, dan
pelemahan otot, terutama pada ibu jari.
2.5 Ergonomika
Pendekatan spesifik untuk mengatasi
masalah kesehatan seperti cedera tekanan berulang dan meningkatkan kinerja
adalah ergonomika. Ergonomika adalah studi mengenai interaksi manusia dengan
tugas, peralatan, perkakas, dan lingkungan fisik. Dengan ergonomika, tujuannya
adalah mencocokkan mesin dan lingkungan kerja dengan orangnya, alih-alih
mengharuskan orang yang bersangkutan untuk melakukan penyesuaian. Kegagalan
dalam menangani isu-isu ergonomika berakibat pada kelelahan, kinerja yang
buruk, dan cedera tekanan berulang.
Keuntungan
Ergonomika :
Strategi pengurangan cedera membantu
mencegah tekanan dan ketidaknyamanan saat mengemudi, mengurangi cedera di dalam
kendaraan, mengurangi kecederaan punggung di luar kendaraan, dan mengurangi
kelelahan.
2.6
Kekerasan di Tempat Kerja
1.
Kekerasan di Tempat kerja
Menurut National
Institute for Occupational Safety and Health ( NIOSH) kekerasan di tempat kerja
didefinisikan sebagai tindakan-tindakan kekerasan, termasuk serangan fisik dan
ancaman serangan, yang ditujukan kepada karyawan pada saat bekerja atau
bertugas. Karena kekerasan di tempat kerja merupakan ancaman yang berkembang,
beberapa pemberi kerja mencari perlindungan asuransi untuk dampak finansial
dari peristiwa kekerasan di tempat kerja, sebuah ancaman yang sebelumnya
dipandang sebagai risiko yang bisa ditanggung sendiri. Menurut NIOSH,
pembunuhan adalah pembunuh nomor satu di tempat kerja bagi kaum wanita dan
penyebab kematian ketiga bagi kaum pria setelah kecelakaan kendaraan bermotor
dan kecelakaan yang berkaitan dengan mesin.
2.
Karyawan yang Rentan
Ada sebagian karyawan
yang paling rentan terkena kekerasan di tempat kerja yang mana itu biasanya di
sebabkan oleh lokasi tempat ia bekerja, waktu bekerjanya, dan berkaitan dengan
barang-barang yang penting, contohnya seperti uang dll. NIOSH mengidentifikasi faktor-faktor yang bisa menimbulkan risiko
bagi seorang pengemudi sebagai berikut :
1. Bekerja dengan masyarakat umum
2. Bekerja dengan uang tunai
3.
Bekerja sendirian
4.
Bekerja di malam hari
5.
Bekerja di wilayah dengan tingkat kejahatan tinggi
3. Organisasi yang Rentan
Menurut
National Safe Workplace Institute, ciri-ciri tempat kerja berisiko tinggi
meliputi hal-hal berikut :
1.
Perselisihan
buruh/manajem yang kronis
2.
Banyaknya
gugatan yang diajukan oleh para karyawan
3.
Jumlah
yang besar dari klaim ganti rugi kecederaan karyawan, khusunya untuk cidera
psikologis.
4.
Kurangnya
karyawan dan tuntutan lembur yang berlebihan dalam gaya manajemen yang
otoriter.
4. Konsekuensi Hukum Kekerasan di Tempat Kerja
Retensi yang ceroboh
(negligent retention) adalah masalah
yang bisa ditimbulkan oleh pemberi kerja ketika perusahaan mempertahankan
sebagai karyawan orang-orang yang catatannya menunjukkan potensi kuat untuk
melakukan kejahatan dan gagal mengambil langkah-langkah untuk menetralkan
situasi kekerasan yang mungkin terjadi. Jika perusahaan tidak memperhatikan hal
tersebut maka perusahaan harus bertanggung jawab secara hukum, bentuk akibat
hukum dari kekerasan ditempat kerja antara lain:
·
Gugatan
diskriminasi
·
Tuntutan
ganti rugi karyawan
·
Tuntutan
pihak ketiga atas kerusakan
·
Tuntutan
terhadap gangguan privasi
·
Dan
tuntutan kekerasan lembaga keselamatan kerja dinegara tersebut.
5. Karakteristik Individu dan Organisasi untuk
Diawasi
Dalam
upaya menyaring orang-orang yang
berperilaku kekerasan perusahaan berusaha mendeteksi karyawan yang melakukan
tindakan agresif ringan dan menunjukkan perilaku-perilaku tertentu.
Beberapa
perilaku yang perlu diwaspadai sebagai tanda peringatan bagi para pemberi kerja
adalah:
·
Berteriak
·
Kemarahan
yang meledak-ledak karena perselisihan kerja
·
Membuat
pernyataan yang tidak sopan
·
Menangis
·
Penurunan
energi atau fokus
·
Penurunan
kinerja dan penampilan pribadi
·
Suka
menyendiri
6. Tindakan
Pencegahan
Hal-hal
yang bisa dilakukan untuk mengurangi resiko mengantisipasi atau mencegah
kekerasan:
·
Harus
ada proses yang siap membantu dalam pendeteksian awal kemarahan karyawan
·
Para
supervisor dan staf SDM perlu dilatih cara menangani secara ahli isu-isu
kekaryawanan
Perusahaan-perusahaan
harus mempertimbangkan tindakan-tindakan untuk meminimalkan tindakan-tindakan
kekerasan dan menghindari gugatan.
·
Mengimplementasikan
kebijakan-kebijakan yang melarang masuk senjata-senjata ke dalam properti
perusahaan, termasuk tempat parkir.
·
Dalam
situasi yang mencurigakan, karyawan diwajibkan menyerahkan diri untuk
perncarian senjata atau pemeriksaan untuk menentukan kesesuaian mental mereka
dalam bekerja.
·
Memiliki
kebijakan yang menyatakan bahwa organisasi tidak akan menoleransi setiap
peristiwa kekerasan atau ancaman kekerasan sekalipun.
·
Memiliki
kebijakan yang mendorong karyawan untuk melaporkan semua kegiatan yang
mencurigakan atau bersifat kekerasan kepada manajemen.
·
Mengembangkan
hubungan dengan pakar kesehatan mental yang akan siap saat kondisi darurat
timbul.
·
Melengkapi
resepsionis dengan tombol alarm (panic button) agar bisa memberi peringatak
kepada petugas keamanan secara langsung.
·
Melatih
para manajer dan resepsionis untuk mengenali tanda-tanda petingatan kekerasan
dan teknik-teknik untuk meredakan sutuasi kekerasan.
7.Kekerasan dalam Rumah Tangga
Kekerasan yang terjadi di rumah tangga akan berdampak kepada
perusahaan, dampak yang ditimbulkan dari kekerasan dalam rumah tangga seperti
hasil akir perusahaan, menimbulkan biaya setiap tahun akibat kemangkiran,
produktivitas yang rendah, dan tingkat perputaran karyawan (turnover).
2.7 Karakteristik stres
Stres
adalah reaksi ganjil dari tubuh terhadap tekanan
yang diberikan padanya atau stres juga dapat diartikan respon fisik dan emosi
yang merugikan, yang terjadi bila tuntutan pekerjaan tidak sesuai dengan
kapabilitas, sumber daya, atau kebutuhan pekerja.
Pada akir-akir ini
perhatian perusahaan terhadap kesejahteraan emosional para pekerjanya semakin
meningkat, karena mereka menyadari bahwa produktivitas jangka panjang dan kelangsungan organisasi
sangat bergantung pada dedikasi dan komitmen para karyawan.
Akibat
potensial dari stres, stres menyebabkan
kurangnya tingkat kehadiran, penggunaan alkohol dan obat-obatan lainya secara
berlebihan, kinerja yang buruk, atau bahkan kesehatan yang buruk.
Pekerjaan dengan stres
paling tinggi
1. Buruh
2. Sekretaris
3. Inspektur
4. Teknisi
laboratorium klinis
5. Manajer
kantor
6. Supervisor
7. Manajer/administrator
8. Pramusaji
9. Operator
mesin
10. Pemilik
pertanian
11. Penambang
12. Tukang
cat
Penyebab
stres:
a.
Faktor-faktor keorganisasian
Budaya
perusahaan. Budaya perusahaan banyak berhubungan
dengan stres, contohnya seperti gaya kepemimpinan, pimpinan yang otoriter yang
tidak menerima masukan dari karyawan, pimpinan yang lemah yang menyebabkan para
karyawan bisa menjatuhkannya, dll.
Pekerjaan
itu sendiri.sejumlah faktor yang berhubungan dengan
pekerjaan yang dijalankan seseorang bisa menyebabkan stres yang berlebihan.
Kondisi
kerja.karakteristik fisik tempat kerja serta
mesin dan perkakas yang di gunakan, juga bisa menciptakan stres.
b.
Faktor-faktor pribadi
Keluarga.
Meskipun merupakan sumber umum kebahagiaan dan keamanan keluarga juga bisa
menjadi sumber stres yang signifikan, seperti masalah perceraian.
Masalah
finansial.
Masalah keuangan dapat menjadi stres yang tidak tertahankan pada karyawan,
contohnya saja seperti tagihan-tagihan yang tak terbayar dan penagihan utang
yang menyebabkan kegelisahan yang tinggi dan berperan pada kinerja yang buruk.
c.
Lingkungan umum
Stres adalah bagian
dari kehidupan sehari-hari setiap orang, jadi stres tidak hanya bisa terjadi di
tempat kerja atau rumah tangga saja tetapi stres juga bisa terjadi di
lingkungan umum, seperti ketidak pastian ekonomi, perang atau ancaman perang, ancaman
terorisme, jarak pergi-pilang kantor yang jauh dalam kondisi yang macet, dll.
Mengelola
stres
Ada sejumlah cara yang
bisa dilakukan untuk mengelola atau mengendalikan stres yang berlebihan,
diantaranya ialah:
·
Olah
raga
·
Mengikuti
kebiasaan diet yang sehat
·
Tahu
kapan berhenti sejenak
·
Menempatkan
situasi yang penuh stres dalam perspektif
·
Menemukan
seseorang yang mau mendengar
·
Membangun
keteraturan dalam hidup anda
·
Kenali
keterbatasan anda sendiri
·
Bersikap
toleran
·
Cari
waktu luang di luar
·
Menghindari
kendali semu
2.8
Kejenuhan (burnout)
Kejenuhan adalah
kondisi mengganggu dimana orang-orang kehilangan makna tujuan dasar dan
penyelesaian pekerjaan mereka. Kejenuhan berbeda dengan stres kejenuhan menyebabkan
orang0orang yang sebelumnya sangat berkomitmen pada pekerjaan mereka menjadi
kecewa dan kehilangan minat dan motivasi. Kejenuhan merupakan faktor paling
umum yang menyebabkan keputusan untuk berhenti bekerja sementara.
2.9 Program Kesehatan
Untuk
memastikan karyawan mendapatan program kesehatan :
-
Catatan
medis
-
Tingkat
absensi
-
Penilaian
risiko kesehatan
2.10 Penyalahgunaan Zat Berbahaya
Penyalahgunaan zat
berbahaya adalah penggunaan zat-zat ilegal atau penyalahgunaan obat-obatan yang
berpotensi merusak atau menimbulkan kecanduan seperti alkohol dan obat
terlarang. Penyalahgunaan pada zat-zat yang terlarang akan berakibat kerugian
kepada perusahaan contohnya saja banyaknya karyawan yang meningal akibat
zat-zat tersebut mengurangi produktivitas perusahaan.
Tempat
Kerja Yang Bebas dari Penyalahgunaan Zat berbahaya.
Untuk menciptakan
tempat kerja yang bebas dari penyalahgunaan zat-zat berbahaya langkah-langkah
yang perlu dilakukan oleh perusahaan adalah sebagai berikut:
I.
Membuat
kebijakan Bebas obat dan Alkohol
II.
Memberikan
pendidikan dan pelatihan
III.
Mengimplementasikan
program pengujian obat
IV.
Menciptakan
program bantuan karyawan
2.11 Employee Assistance
Program
EAP
adalah sebuah pendekatan komprehensif yang digunakan
oleh banyak organisasi untuk menangani masalah burnout, penyalahgunaan obat dan
minuman keras, dan gangguan emosional lainnya. EAP juga diartikan sebagai
sebuah program intervensi berbasis-pekerjaan untuk mengidentifikasikan dan
membantu para karyawan dalam menyelesaikan masalah-masalah pribadi.
EAP dapat diimplementasikan
dengan cara:
·
Menyediakan
in-house professional counselors, atau
·
Merujuk
karyawan yang bermasalah ke lembaga-lembaga pelayanan masyrakat yang sesuai.
Manfaat
EAP:
·
Pengenalan
dan penanganan dini atas masalah-masalah pribadi dan perusahaan;
·
Mempertahankan
karyawan-karyawan potensial;
·
Meningkatkan
produktivitas dan laba;
·
Mengurangi
tingkat kemangkiran;
·
Meningkatkan
semangat kerja.
Langkah-langkah
untuk memulai EAP:
I.
Menyusun pernyataan tertulis tentang tujuan program,
yang konsisten dengan kebijakan organisasi.
II.
Mengajarkan
kepada manajer, penyelia, dan wakil serikat pekerja tentang apa yang harus
dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan bila mereka menghadapi karyawan
bermasalah dan bila mereka menggunakan program ini untuk menyelesaikan masalah
kinerja.
III.
Menetapkan
prosedur rujukan bagi karyawan bermasalah kepada profesional yang ada pada
perusahaan atau luar perusahaan, yang kemudian meluangkan waktu untuk menilai
apa yang salah dan mengatur penanganan/pengobatan.
IV.
Menyusun
program komunikasi terencana bagi karyawan untuk mengumumkan (dan secara
periodik mengingatkan mereka) bahwa pelayanan bantuan tersedia bagi yang
membutuhkan, bahwa pelayanan tersebut bersifat rahasia, dan sudah ada karyawan
yang memanfaatkan layanan tersebut.
V.
Mengevaluasi
program secara berkelanjutan dengan mengacu pada tujuan-tujuan program yang
telah ditetapkan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian
mengenai berbagai aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada penyelenggaraan
konstruksi di Indonesia, dapat diambil kesimpulan bahwa bebagai masalah dan
tantangan yang timbul tersebut berakar dari rendahnya taraf kualitas hidup
sebagian besar masyarakat. Dari sekitar 4.5 juta pekerja konstruksi Indonesia,
lebih dari 50% di antaranya hanya mengenyam pendidikan maksimal sampai dengan
tingkat Sekolah Dasar. Mereka adalah tenaga kerja lepas harian yang tidak
meniti karir ketrampilan di bidang konstruksi, namun sebagian besar adalah para
tenaga kerja dengan ketrampilan seadanya dan masuk ke dunia jasa konstruksi
akibat dari keterbatasan pilihan hidup.
Permaslahan
K3 pada jasa konstruksi yang bertumpu pada tenaga kerja berkarakteristik
demikian, tentunya tidak dapat ditangani dengan cara-cara yang umum dilakukan
di negara maju. Langkah pertama perlu segera diambil adalah keteladanan pihak
Pemerintah yang mempunyai fungsi sebagai pembina dan juga “the biggest owner.”
Pihak pemilik proyek lah yang memiliki peran terbesar dalam usaha perubahan
paradigma K3 konstruksi. Dalam penyelenggaraan proyek-proyek konstruksi yang
didanai oleh APBN/APBD/Pinjaman Luar Negeri, Pemerintah antara lain dapat
mensyaratkan penilaian sistem K3 sebagai salah satu aspek yang memiliki bobot
yang besar dalam proses evaluasi pemilihan penyedia jasa. Di samping itu, hal
yang terpenting adalah aspek sosialisasi dan pembinaan yang terus menerus
kepada seluruh komponen Masyarakat Jasa Konstruksi, karena tanpa
program-program yang bersifat partisipatif, keberhasilan penanganan masalah K3
konstruksi tidak mungkin tercapai.
B. Saran
Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam
pembangunan karena sakit dan kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi
(lost benefit) suatu perusahaan atau negara olehnya itu kesehatan dan
keselamatan kerja harus dikelola secara maksimal bukan saja oleh tenaga
kesehatan tetapi seluruh elemen yang ikut terlibat dalam masyarakat.
artikel yang sangat bagus dan memberikan informasi
BalasHapuswww.sepatusafetyonline.com
artikel yg sangat bagus sekali
BalasHapus